Pelanggaran hak asasi anak di Indonesia
Pelanggaran Hak Asasi Anak di Indonesia
Hak
asasi merupakan hak mendasar yang dimiliki setiap manusia semenjak dia lahir.
Hak pertama yang kita miliki adalah hak untuk hidup seperti di dalam Undang
Undang No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (1) tentang hak asasi manusia, “Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf
hidupnya”, ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera, lahir dan bathin”, dan ayat (3) “Setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.”
Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Meskipun di Indonesia telah
di atur Undang Undang tentang HAM, masih banyak pula pelanggaran-pelanggaran
HAM yang terjadi di Indonesia.
Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran hak asasi
perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang
mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang
kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan
anak, Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan
Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifikasi konversi hak anak.
Persoalan mungkin dapat
menjadi rumit ketika seorang anak mengalami diskriminasi berlapis, yaitu
seorang anak perempuan. Pertama, karena dia seorang anak dan yang kedua adalah
karena dia seorang perempuan. Di kasus inilah keberadaan anak perempuan
diabaikan sebagai perempuan.
Ada banyak kasus
tentang pelanggaran hak atas anak. Misalnya pernikahan dini, minimnya
pendidikan, perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah
umur. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan menikah
sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Survey
terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli, di Surabaya ditemukan
bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun (Ruth
Rosenberg, 2003).
Contoh kasus paling nyata dan
paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh Kyai Pujiono Cahyo Widianto
atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa (12 tahun). Di dalam
pernikahan itu seharusnya melanggar Undang Undang perkawinan dan Undang Undang
perlindungan anak.
Kasus ini juga ikut membuat
Seto Mulyadi, Ketua KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjun langsung.
Menurutnya perkawinan antara Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa melanggar tiga
Undang Undang sekaligus. Pelanggaran pertama yang dilakukan Syekh Puji adalah
terhadap Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di dalam Undang
Undang tersebut disebutkan bahwa perkawinan dengan anak-anak dilarang.
Pelanggaran kedua, dilakukan terhadap Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak yang melarang persetubuhan dengan anak.
Dan yang terakhir, pelanggaran yang dilakukan terkait
dengan Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Setelah
menikah, anak itu dipekerjakan dan itu seharusnya dilarang. Selain itu,
seharusnya di umur Lutfiana Ulfa yang sekarang adalah masa untuk tumbuh dan berkembang,
bersosialisasi, belajar, menikmati masa anak-anak dan bermain.(dari berbagai
sumber/sir) (Redaksi/malangpost)
Komentar
Posting Komentar